Saturday, 10 November 2012

Atas Nama Kenangan

Berawalan dari penulis buku Travellous, Andrei Budiman, aku jadi terinspirasi untuk menulis ini di blog-ku sendiri. Walaupun bukan modal nekat mengikuti perjalanan ini, sepertinya setiap perjalanan memang berkesan bagi para pengelananya dengan caranya sendiri. Jadi...

-oOo-

Sekitar 5 bulan yang lalu waktu liburan kenaikan kelas, aku barus aja sampai dari sebuah perjalanan yang menurutku life-changing.

Mungkin ini karena aku tipe orang yang selalu bertopang dagu dan terkadang melamunkan mimpiku sendiri, bukannya malah berfikir bahwa mimpi itu 10% dan 90% apa yang akan kita lakukan terhadap mimpi itu. Ditambah orangtua pun telah berperan banyak agar aku berkesempatan untuk menginjakkan kakiku di sebuah tempat dimana urbanisasi terjadi, tetapi bukti-bukti sejarahnya masih tersebar dimana-mana.
Tak tahu apa banyak orang yang mungkin seumuran aku akan berpikiran seperti ini jika melewatinya, atau mungkin mereka hanya menganggapnya sebagai sebuah liburan yang berkesan dan yang tak dapat semua orang bisa raih dalam hidupnya. 

Atau ternyata aku yang terlalu serius?

Intinya, 5 bulan yang lalu aku telah mencoba apa itu rasanya berkelana di tempat yang nun jauh dari rumah, dengan bantuan organisasi yang bernama EF (English First). Di sini kemandirian dan keberanianku diuji, Bahasa Inggrisku pun apa lagi. Tapi pasti mungkin banyak yang pernah dengar dengan kata student exchange atau mungkin home stay?

Destinasi yang waktu itu aku pilih adalah kota dengan nama Oxford.

Lelucon yang menarik untuk kota yang terkenal akan universitasnya yang prestigius


Memang kota itu terkenal dengan universitasnya yang prestigius dan kuno (kalau nggak salah Oxford telah melahirkan sekitar 26 perdana menteri Inggris), bangunan-bangunan yang juga terkenal sama kunonya juga berkumpulan di Oxford, terkadang ketika aku berjalan di sektiar jalan setapaknya aku juga merasa seperti sedang time-traveling. Ok ironis.

Untuk pengalamanku ini, aku ditempati di rumah nenek-nenek asing yang paling gaul yang pernah aku temui, umurnya 70 tahun dan penggila olahraga, terutama bola. Kebetulan waktu itu sedang musim-musim Euro cup jadi di rumah ribut soal bola itu non-stop.
Namanya Kathleen Smith. Walaupun gaul,  Kath wataknya juga tegas (korban pernah dimarahin sama Kath karena pulang terlambat dan nggak ngasih kabar apa-apa ke dia) dan selalu bisa menjadi nenek yang tepat bagi siapa saja. 

Tempat souvenir pun menjadi tempat penjual atribut untuk Euro 2012


Restauran yang juga memasang bendera-bendera untuk Euro 2012


Ngomong-ngomong di dalam rumah nenek-nenek gaul ini nggak cuma aku doang yang dirawat dia selama 2 minggu tinggal di Oxford, rumahnya juga ditempati salah satu temanku yang berasal dari Indonesia, lalu ada 2 orang yang satu berasal dari Italia dan yang satu lagi dari Spanyol.
Oke, kombinasi yang pas karena kedua teman asingku itu dari negara yang terkenal dengan tim-tim bolanya yang kuat, ditambah lagi pengetahuan mereka tentang bola yang nggak sedangkal punyaku, lalu teman Indonesiaku ini juga gila bola, sepertinya aku doang ya yang gila anggar #ApaPula

Sarah (Kiri), teman serumahku yang dari Indonesia

Tapi di balik semua itu kita juga berhadapan dengan namanya perbedaan budaya, dan satu-satunya cara menghadapinya adalah dengan toleransi dan respek.

Teman Italiaku ini adalah seorang ateis, teman Indonesiaku ini yang kebetulan berasal dari Bali adalah seorang nasrani, Kath juga. Tetapi aku kurang tahu untuk teman Spanyolku, dan sepertinya itu semua menjadikan aku satu-satunya anak yang beragama Islam di rumah Kath.
Tapi aku sudah merasa mereka semua sebagai keluarga, awalnya sulit untuk membayangkan hanya dalam jangka waktu 2 minggu, dengan perbedaan-perbedaan yang bisa dibilang berbeda 180˚, kita semua sudah merasa seperti mengenal satu sama lain dengan dekat.



Nuria (kanan) & Kath

Temanku yang seorang Italia, bernama Nuria (eh ritmenya jadi keren tiba-tiba #plak) pernah bilang sesuatu yang kira-kira seperti ini bunyinya,

"Nini (panggilan sayangku #eh) , hurry up. You must pray first and after that go get to sleep!"

Dan disini semua memori tentang kelalaianku terhadap sholat-sholatku sejenak berkumpul.

Lalu berfikir, perbedaan itu sesuatu yang sangat indah ya... 


Dadah

Nibras Sakkir


-oOo-


Di atas langit Rusia/Ukraina aku merenung, apa ini mimpi? 



Di atas Kota London


Bagi para "Potterhead" sepertinya Oxford adalah destinasi yang tepat


No comments:

Post a Comment